Minggu, 28 Juli 2019

Refleksi Milad 56 Tapak Suci Putera Muhammadiyah




Problematika Kader Muhammadiyah
Pengkaderan Muhammadiyah telah menjadi salah satu agenda utama di dalam persyarikatan.
Langkah menelusuri rekam jejak watak, ideology, komitmen, profil dan jejak langkah kader Muhammadiyah yang para tokoh menghasilkan rekam sejarah menarik. Yaitu bahwa pemikiran ke Islaman sejak KHA Dahlan, Ki Bagus Hadikusumo (politik), H Fachrudin dan H Suja (social politik), H Zainy (Kristolog dan ahli debat antar Islam Kristen) dst hingga Sudirman (perintis TNI), Mas Mansur (cendekiawan), adalah sebagian tokoh berkaliber berat dalam persyarikatan yang menegaskan, bahwa historisitas pemikiran ke Islam pada tokoh-tokoh diatas telah mengkonstruksikan kepada Kader Persyarikatan, umat dan bangsa. Visi keumatan dan kebangsaan diintegrasikan kedalam visi persyarikatan.
Mempersiapka Generasi Penerus
Dalam melihat Muhammadiyah setidaknya ada dua sudut pandang yang dapat dikedepankan. Pertama, melihat Muhammadiyah dalam perspektif organisasi.
Muhammadiyah adalah gerakan Islam yang khas dengan kepribadian, kerangka ideologis, dan pedoman-pedoman organisasi sebagai landasan gerak.

Kedua, melihat Muhammadiyah sebagai cara berpikir atau state of mind. Keterikatan seseorang terhadap Muhammadiyah diukur dari seberapa jauh cara berpikir seorang tersebut relatif sejalan dengan alam pemikiran Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, baik akidah, ibadah dan muamalahnya.

Kedua sudut pandang ini tidak boleh diinterpretasikan secara sempit, kaku, apriori bahkan dikotomis. Namun dengan memadukan ke dua cara pandang ini, yakni melihat Muhammadiyah sebagi organisasi sekaligus sebagai alam pemikiran, memungkinkan kita dapat melihat, menyikapi dan memperlakukan Muhammadiyah secara tepat dengan mengedepankan kewajiban dirinya apakah ia sebagai kader, pemimpin organisasi ataukah sebagai simpatisan
            Tapak Suci Putera Muhammadiyah
Tapak Suci Putera Muhammadiyah adalah organisasi otonom di lingkungan Muhammadiyah yang beraqidah Islam, bersumber pada Al-Qur'an dan As-sunnah, berjiwa persaudaraan, dan merupakan perkumpulan dan perguruan seni bela diri.
Sebagai bagian dari ortom Muhammadiyah, perlu dilakukan upaya pengembangan terhadap tapak suci. Upaya itu bisa berupa latihan yang rutin, perlombaan dan lain sebagainya. Dalam rangka pengembangan tersebut, Majelis Pembina Kader (MPK) Pimpinan Cabang Muhammadiyah Bangsalsari – Jember membentuk Unit Latihan Tapak Suci Putera Muhammadiya.
“Selain untuk aspek olahraga, kegiatan ini juga bertujuan untuk menanamkan karakter anak bangsa dengan nilai-nilai keIslaman dan KeMuhammadiyahan  berupa jiwa sportif dan cinta tanah air, karena dalam anggaran dasarnya disebutkan bahwa Tapak Suci juga didirikan untuk mempertinggi ketahanan nasional,”
Bangsa ini perlu serius mempersiapkan pondasi mental generasi mudanya dengan penanaman iman dan akhlaqnya. Melalui aktivitas olahraga pencak silat inilah akan menjadi benteng para remaja dari pengaruh negative lingkungan.

Selamat Milad ke-56 Tapak Suci Putera Muhammadiyah
31 Juli 1963 – 31 Juli 2019

Rabu, 01 Mei 2019

Menyambut Ramadhan Dengan Gembira


Bulan suci Ramadhan 1440 H kian dekat. Sebagian besar masyarakat, khususnya di Indonesia yang beragama Islam menyambutnya dengan suka-cita. Di negeri ini, menyabut kehadiran bulan Ramadhan dengan acara tarhib yang begitu meriah. Seperti halnya terjadi di berbagai pelosok negeri ini.

Kebahagiaan itupun turut dirasakan keluarga besar Muhammadiyah Cabang Bangsalsari. Melalui tim Takmir Masjid Al-Furqon yang berada di Dusun Rambutan Desa Bangsalsari Kabupaten Jember-Jawa Timur ini, Muhammadiyah Cabang Bangsalsari menggelar kegiatan bersih-bersih Masjid. Kegiatan tersebut dimotori oleh Wakil Ketua Takmir Masjid yaitu Mas Subandi FR yang juga pemilik toko 11 Mart di pusat kota Bangsalsari.

“Bahagianya ada kegiatan bersih-bersih seperti ini. Kami sangat mengapresiasi kegiatan ini. Mudah-mudahan dengan lebih bersihnya masjid, jama’ah akan lebih khusyuk lagi dalam beribadah. Terlebih sekarang mendekati bulan suci Ramadhan,” ujar Candra Wicahya selaku Sekretaris Takmir Masjid Al-Furqon.

 “Kegiatan bersih-bersih masjid merupakan salah satu agenda menyambut Ramadhan yang dilakukan oleh Tim Marbot Masjid Al-Furqon Muhammadiyah Cabang Bangsalsari,” tutur Cak Darto, sambil membersihkan kaca jendela didampingi Bapak Sunarto sesepuh Muhammadiyah disitu.

Salah satu petugas mengatakan, “Selain bersih-bersih masjid, Muhammadiyah Cabang Bangsalsari menggelar kegiatan pembenahan instalasi listrik-sepeaker-instalasi air-tempat wudlu dan perpustakaan.” ungkap Supardiyono yang tinggal tidak jauh dari Masjid Al-Furqon itu menambahkan.

Lebih lanjut Mas Subandi FR  mengungkapkan bahwa, “Demi memakmurkan masjid maka perlu langkah inovatif agar jamaah bergembira dan bergairah untuk hadir ke masjid diantaranya kebersihan sarana dan prasarana serta program kerja yang menyentuh kehidupan social jamaah dan warga sekitan masjid. Selama bulan Suci Ramadhan Masjid Al-Furqon menyelenggarakan buka puasa bersama,” jelasnya mengakhiri pembicaraan.

Bahkan menurut bocoran dari sumber yang tidak mau namanya disebut mengatakan bahwa di Masjid Al-Furqon nantinya akan disediakan fasilitas Free Wifi……

Semoga !!! Kita dukung langkah/upaya ini mudah-mudahan ghiroh Ramadhan kali ini memacu semangat dakwah Islam melalui amal usaha yang telah dengan susah payah diperjuangkan oleh para tokoh/pendiri Muhammadiyah di Bangsalsari. Amiin

Sejarah Pendidikan Era MOEHAMMADIJAH


Gerakan Pendidikan *_MOEHAMMADIJAH_*
Kondisi umat Islam di era KHA Dahlan memang sangat memprihatinkan. Menurut Kyai Suja’, pada masa itu keadaan umat Islam/kaum muslimin sungguh amat menyedihkan, karena keadaan umat Islam di Yogyakarta pada umumnya sangat dhaif dan jiwanya diliputi minderwaardehuid complicx. Dan Islamnya memang sudah sejak lama dicampuri dengan animism yang sebesar-besarnya. Sehingga animisme itulah yang dipandang amalan Islam dan ditambah takhayul dan khurafat. Hanya salat 5 waktu dan puasa yang masih merupakan sifat agama Islam yang asli.
Kondisi yang demikian menjadikan keprihatinan tersendiri bagi Kyai Dahlan. Kyai Dahlan pun mencari penyebabnya. Kondisi di lapangan ini dicocokkan dengan prediksi-prediksi yang dilakukan oleh para ulama yang peduli akan hal ini.
Diantara yang menjadi perhatian adalah ajaran Imam Ghazali. Imam Al Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulum al Din menuliskan fasad al ra’iyyah min fasad al-muluk, wa fasad al muluk min al ‘ulama’ al-su’. Yang maksudnya rusaknya rakyat adalah dari rusaknya para raja-raja, dan rusaknya raja-raja itu dari ulama yang suk (buruk).
Kalimat ini setelah dipikirkan oleh Kyai Dahlan dengan pikiran yang sehat, lalu ditafsirkan dengan tafsiran-tafsiran keadaan masyarakat yang realitasnya sudah bejat dan bobrok, hukum halal haram sudah lenyap, apalagi wajib – sunat sudah musnah. Tetapi para ulama masih tega nongkrong di atas singasana ulama saleh. Sifat suk buat lempar melempar di antara para ulama satu sama lain. Pendek kata mereka masih mengingkari kata Imam Ghazali tersebut.
Kemudian Kyai Dahlan juga memperhatikan tulisan Syekh Muhammad Abduh, ketemu satu kalimat yang sangat jitu, ialah al-Islam mahjubun bi al muslimun. Yang maksudnya agama Islam ini tertutup dengan orang muslimin. Kalimat yang kecil itu memang sungguh tepat sekali ditafsirkan dengan keadaan kaum muslimin Indonesia pada umumnya, dan Tanah Jawa pada khususnya. Apalagi kalua ditambah dengan katanya, laysya al-Islam illa ismuhu wa laysa al-Qur’an illa rasmuhu, yang maksudnya tiada ada agama Islam kecuali tinggal namanya dan tiada ada kitab al-Qur’an kecuali tinggal tulisannya.
Selanjutnya, Kyai Dahlan juga memperhatikan tulisan pujangga Islam modern Syekh Thanthawi Jawhari , terdapat kalimat dalam kitabnya, Al Qur’an wa al Ulum al-Ashriyyah yang berbunyi idza dhallat al’ulama wa al-umara ‘an al sawa’ al sabil laa yahtadu al ilm al muta’alim. Yang maksudnya , apabila sudah sesat para ulama dan umara (pemerintah) daripada jalan yang benar, maka tidak orang alim dapat menunjukkan jalan yang benar kepada murid -muridnya.Dari Thanthawi Jawhari ini dapat dimengerti bahwa pokok sumber masyarakat itu baik dan buruknya adalah 2 golongan, para guru dan wakil-wakil pemerintah yang mengembala rakyat .
Tentu saja K.H.A. Dahlan menelaah kitab-kitab yang bertamadun itu tidak hanya itu saja,tetapi lazimnya tentu banyak kitab-kitab yang mendorongkan jiwa beliau menjadi hangat untuk bergerak.
Maka kemudian, Kyai Dahlan bergerak. Ia tidak hanya mengajarkan kepada mereka yang datang kepadanya untuk menimba ilmu tetapi juga mendatangi mereka yang membutuhkan ilmunya. Karenanya, kemudian ia mengajar agama di beberapa sekolah yang menghasilkan guru dan pamong praja. Ia mengajar agama di Sekolah Guru (kweekschool) di Jetis Yogyakarta dan mengajar agama di OSVIA (sekolah pamong praja di Magelang. Ia pun mengubah pesantren yang ia asuh menjadi sekolah sebagai sebuah tempat pendidikan yang formal.
Pada 1 Desember 1911 KH Ahmad Dahlan meresmikan dan memberi nama Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah di Kauman Yogyakarta. Ketika diresmikan, sekolah itu mempunyai 29 orang siswa dan enam bulan kemudian dilaporkan bahwa terdapat 62 orang siswa yang belajar di sekolah itu. Di kemudian hari sekolah ini berkembang baik dam sebagian dipindah di Suranatan Yogyakarta. Pendirian-pendirian sekolah serupa terus berlanjut, kemudian mendirikan sekolah di Karangkajen pada tahun 1913, mendirikan sekolah di Lempuyangan pada tahun 1915, dan mendirikan sekolah di Pasar Gede (Kotagede)
Pada tahun 1918 Kyai Dahlan mendirikan sekolah dengan nama “Qismul Arqa” di Kampung Kauman Yogyakarta. Sekolah ini untuk menampung lulusan-lulusan sekolah di atas. Sepanjang sejarahnya, Madrasah al-Qismu al-Arqo mengalami beberapa kali perubahan nama. Secara kronologis, perubahan nama ini dimulai dari Madrasah al-Qismu al-Arqo kemudian Hogere Moehammadijah School, kemudian Kweekschool Islam dan menjadi Kweekschool Moehammadijah. Kweekschool Muhammadijah kemudian hari menjadi Madrasah Mualimin dan Muallimat Muhammadiyah.
Dalam hal pendidikan non formal, Kyai Dahlan membentuk kelompok-kelompok pengajian baik di Yogyakarta dan luar Yogyakarta. Perkumpulan-perkumpulan dan Jama’ah-jama’ah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah di Yogyakarta, diantaranya ialah Ikhwanul Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta’awanu alal birri, Ta’ruf bima kanu wal- Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi.
Sedangkan kelompok pengajian di luar Yogyakarta, misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Al-Munir di Ujung Pandang, Ahmadiyah di Garut. Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF).
Gerakan seperti inilah yang kemudian berkembang menjadi gerakan pendidikan, baik formal maupun non formal, Saat ini berkembang sekolah-sekolah Muhammadiyah dari TK hingga perguruan tinggi. Demikian pula berkembang pula pengajian-pengajian, bahkan ruh Cabang dan Ranting Muhammadiyah adalah pengajian. (***)